Wednesday, March 28, 2007

Biar Kreatif

Kenapa harus jatuh cinta, patah hati atau putus asa gak dapet-dapet pacar dahulu untuk bisa lebih kreatif nulis cerita atau bikin puisi, yaa ?? Jaman gak punya cowo, jaman naksir tapi gayung gak bersambut, jaman pedekate-pedekate secara halus atau hampir frontal, jaman tepe kanan tepe kiri, jaman hilir mudiknya laki-laki bodoh yang tidak tahu betapa beruntungnya kalau jadi pacar saya, jaman itu begitu mudah puisi-puisi ditulis. Puitis, indah, mengena di hati bikin gede rasa. Begitu cepat tangan ini menulis tentang hati pilu, kesepian, hujan rintik-rintik, angin sepoi-sepoi, hidup yang kosong, nelangsa atau hati yang berbunga-bunga cuma gara-gara duduk satu bangku di bis waktu pulang sekolah.

Sekarang, ketika hati sudah tenang bersama suami tersayang dan anak-anak yang riang, kenapa harus susah memeras otak buat sekedar bikin blog yang gak guna ini, ya ? Kemana perginya segala romantisme yang bikin orang kreatif untuk tulis-menulis ? Hehe.. jangan kira setelah nikah tidak ada romantisme. Tapi nuansa dan aromanya lebih nyata, aplikasinya jelas, tidak ada tebak-tebak buah manggis, ini orang suka atau cuma meringis; sehingga romantisme yang timbul tidak membuat jantung tak terkendali terpacu kencang, tidak membuat pikiran melayang-layang dengan angan-angan yang membuat terbang ke awang-awang.

Setelah menikah, semua hubungan menjadi jelas, dan mengakibatkan segala apa yang dulu cuma ada di pikiran dan ditumpahkan di tulisan karna kalau tidak ubun-ubun bisa tersumpal, lebih enak langsung dikerjakan. Yaa memang, perasaan ternyata mengalir seperti air, harus ada salurannya. Apabila satu sumbat belum terbuka, maka akan mencari jalan supaya tidak mengganggu keseimbangan hormonal dalam tubuh. Adalah baik sekali kalau saya pilih menulis sebagai jalan keluar, daripada cuma merenung bikin ayam tetangga mati. Apabila ada saluran baru yang lebih baik, lebih besar menampung debit air, dan lebih jelas arah tujuannya, maka air yang mengalir tadipun akan berbelok menuju saluran baru itu. Kira-kira, itu mungkin yang terjadi mengapa saya sekarang susah untuk menulis seperti dulu. Saya gak perlu lagi menulis.Dalam hidup saya semuanya sudah seimbang. Tidak perlu lagi memendam rasa atau gundah gak jelas.

Hmmm... apa saya sedang mencari pembenaran atas apa yang tidak bisa saya kerjakan? Saya sepertinya cari-cari alasan cuma gara-gara tidak bisa menemukan huruf-huruf mana yang dapat dirangkai menjadi kata, kata-kata yang mana yang cocok untuk dijalin menjadi kalimat, kalimat-kalimat mana yang bermakna sehingga menjadi suatu alinea, dan alinea-alinea mana yang dapat dilem, disatukan menjadi satu kesatuan tulisan yang punya arti. Mengapa menjadi kebiasaan untuk menyalahkan orang lain, keadaan lain, kondisi lain sebelum kita melihat dulu apakah ada gajah di pelupuk yang lupa dikasih obat mata.

Justru dengan kondisi sekarang, dengan suami yang selalu memberi dukungan, dengan anak-anak yang selalu membuat senyum, tawa dan hati yang senang meski badan sedang cape dan ngantuk bukan kepalang, dengan segala limpahan cinta dan kasih sayang, dengan perut kenyang harusnya saya lebih produktif menulis. Harusnya saya bisa menulis apa saja yang melintas di pikiran maupun melintas di jalanan, bukan cuma masalah cinta dan patah hati.

Harusnya saya bisa menulis misalnya tentang badai-badai yang sedang rajin melanda negri ini. Kenapa badai diberi nama ? Apa perlunya menamai bandai dengan nama-nama cantik ? Apakah Katrina atau Lusi akan datang lagi? atau dia akan datang dengan nama yang lain ? Bahas dong badai dari sisi yang orang lain belum banyak membahas.

Six degree of separation, oxymoron, stellarium, late-talker, Timbuktu, korupsi yang sudah mendarah daging, adenium, form reader, apa lagi ? bukankah itu materi yang bagus buat ditulis. Ayo dong tulis ! Apa masih bergeming ? hehe.. kata 'bergeming' juga bisa tuh dibahas, secara dulu gue kira bergeming artinya bergerak. Setelah mengakui satu bahasa yaitu Bahasa Indonesia puluhan tahun, ternyata tahun 2007 bulan Maret saya baru tahu kalau bergeming artinya diam ! Bleh !... Gue yang selama ini salah kaprah atau salah beli buku bacaan ?? .... Dan, Indonesia, the country of contradiction, adalah materi yang gak bakal habis digali untuk ditulis, bukan cuma digali pasir dan granitnya buat bahan reklamasi Sentosa Island.

Biar kreatif menulis ternyata kita harus terus menulis. Apa saja.